Piala dunia 2022 segera tiba. Jutaan pasang mata akan tertuju ke Qatar dari 20 November hingga 18 Desember mendatang. Jutaan turis juga akan berduyun-duyun datang ke negara itu demi menyaksikan turnamen FIFA yang dilaksanakan setiap empat tahun sekali tersebut. Piala dunia 2022 diprediksi akan berlangsung dengan meriah dengan Pekerja Proyek Piala Dunia yang berkerja dengan sangat baik. 32 regu terbaik dari 5 konfederasi akan berjuang mendapatkan trofi emas FIFA pada puncak turnamen.
Meski piala dunia 2022 disambut dengan gegap gempita, semua itu tak akan terjadi tanpa peran para pekerja migran yang harus banting tulang demi rampungnya fasilitas piala dunia. Mereka adalah orang -orang dibalik kehadiran stadion-stadion megah dan infrastruktur tak tertandingi yang saat ini jadi kebanggaan Qatar. Tanpa mereka, piala dunia 2022 mungkin tak akan pernah ada.
Pekerja Proyek Piala Dunia Lakukan Pekerjaan Super Berat
Sebagian besar para buru atau kuli bangunan yang dipekerjakan oleh pemerintah Qatar bukanlah masyarakat lokal. Mereka adalah pekerja migran yang berasal dari berbagai negara seperti India, Pakistan, Sudan, Kenya, dan Nepal. Tak cuma dikejar target dan waktu, panasnya suhu udara di Qatar jadi tantangan utama yang harus mereka hadapi.
Bekerja di proyek piala dunia 2022 memang sangat berat dan melelahkan. Sejumlah pekerja bahkan mengungkapkan bagaimana kelamnya situasi di tengah pembangunan besar-besaran yang dilakukan sejak tahun 2009 itu. Mereka, para pekerja, mempertaruhkan nyawa demi mendapatkan gaji tinggi dan cita-cita hidup yang lebih baik.
Baca Juga:
Prediksi Bola Disini!
Dalam buku yang ditulis oleh dua jurnalis Prancis, Castelier dan Muller, seorang pekerja bernama Krishna Timislina mengungkapkan kisah pilu. Kata Timislina, hal yang mereka hadapi sebagai pekerja proyek sangat mengerikan. Selama bekerja di Qatar, Timislina menyebut situasi di lapangan persis seperti di neraka. Suhu udara yang sangat panas jadi tantangan yang paling mengerikan.
“Kami bertahan karena tidak ada pilihan. Kami melewati kehidupan yang buruk, air yang tidak layak, serta kondisi yang tak pernah pasti.” Ungkapan Timislina.
Penderitaan kuli-kuli piala dunia semakin diperparah dengan tingginya tekanan pekerjaan tanpa disertai jaminan yang layak. Dalam temuan Castelier dan Muller, Qatar memanfaatkan para pekerja migran sebagai budak. Oleh karenanya, Qatar merasa tak perlu memberikan garansi apapun selain gaji yang telah dijanjikan dan fasilitas apa adanya. Bagi Qatar, yang penting piala dunia 2022 bisa terselenggara tepat waktu dan mereka bisa menunjukkan berbagai mahakarya monumental.
Ribuan Pekerja Meninggal
Meski harus menghadapi kegetiran, Krishna Timislina tergolong masih beruntung. Selama setahun bekerja di Qatar, dia masih selamat dan dapat membagikan kisah pilu tersebut untuk diketahui dunia. Puncak dari segala keprihatinan dan tragedi proyek piala dunia 2022 adalah terdapat ribuan pekerja proyek yang dilaporkan meninggal dunia.
Hal inilah yang membuat Qatar kemudian mendapat gugatan dari berbagai pihak. Mereka dianggap sengaja melalaikan tanggung jawab untuk melindungi hak asasi para pekerja tersebut. Isu seputar nasib para pekerja yang memprihatinkan membuat Qatar panen protes dan cemooh.
Ada banyak hal yang menyebabkan para pekerja meninggal dunia. Beberapa diantaranya adalah karena mengalami kecelakaan kerja, dehidrasi, hingga kelelahan. Masih menurut Krishna Timislina, dia dan rekan memang dituntut bekerja selama 19 jam dalam sehari. Hal itu lah yang membuat kondisi para pekerja drop bahkan kadang harus berakhir pada kematian. Untuk mendompleng tenaga, mereka biasanya minum suplemen penambahan stamina.
“Kami menerima tawaran sepenuhnya untuk meningkatkan taraf kehidupan. Gaji disini memang sangat tinggi tapi kami juga menanggung risiko yang tidak sepele. Kami sebelumnya tak menyadari akan mengalami kondisi yang amat buruk.” Pungkas Krishna Timislina.